Bab 2: al-Irab

باب الإعراب

الإعراب هو تغيير أواخر الكلم لاختلاف العوامل الداخلة عليها لفظا أو تقديرا.

باب الإعراب

الإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِيْرُ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ لاِخْتِلَافِ الْعَوَامِلِ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًا أَوْ تَقْدِيرًا.

I’rab adalah perubahan akhir kata karena perbedaan ‘amil (faktor yang memengaruhi) yang masuk ke dalamnya, baik secara lafal maupun taksiran (perhitungan makna yang tidak tampak secara lafal).

(لفظا أو تقديرا) فمثال التغيير لفظا كما في قولك جَاءَ زيدٌ ورأيت زيدا ومررت بزيدٍ؛ ومثال الإعراب التقديري جاء الفتَى ورأيت الفتَى ومررت بالفتى، وهذا يسمى مقصورا، وهو كل اسم معرب آخره ألف لازمة قبلها فتحة؛ وأما المنقوص فهو كل اسم معرب آخره ياء لازمة قبلها كسرة كقولك جاء القاضِي.

(لَفْظًا أَوْ تَقْدِيرًا) فَمِثَالُ التَّغْيِيرِ لَفْظًا كَمَا فِي قَوْلِكَ: جَاءَ زَيْدٌ، وَرَأَيْتُ زَيْدًا، وَمَرَرْتُ بِزَيْدٍ؛ وَمِثَالُ الإِعْرَابِ التَّقْدِيرِيِّ: جَاءَ الْفَتَى، وَرَأَيْتُ الْفَتَى، وَمَرَرْتُ بِالْفَتَى، وَهَذَا يُسَمَّى مَقْصُورًا، وَهُوَ كُلُّ اسْمٍ مُعْرَبٍ آخِرُهُ أَلِفٌ لَازِمَةٌ قَبْلَهَا فَتْحَةٌ؛ وَأَمَّا الْمَنْقُوصُ فَهُوَ كُلُّ اسْمٍ مُعْرَبٍ آخِرُهُ يَاءٌ لَازِمَةٌ قَبْلَهَا كَسْرَةٌ، كَقَوْلِكَ: جَاءَ الْقَاضِي.

(Secara lafaz atau secara taksiran). Contoh perubahan secara lafaz adalah sebagaimana dalam ucapanmu: “Jā’a Zaidun” (Zaid datang), “Ra’aytu Zaidan” (Aku melihat Zaid), dan “Marartu bi Zaidin” (Aku melewati Zaid).

Adapun contoh i’rab taksiran (yang tidak tampak) adalah: “Jā’a al-fatā” (Anak muda itu datang), “Ra’aytu al-fatā” (Aku melihat anak muda itu), dan “Marartu bi al-fatā” (Aku melewati anak muda itu). Ini disebut “muqṣūr” (kata yang diakhiri alif), yaitu setiap isim (kata benda) mu‘rab (ber-i‘rab) yang akhirnya alif lazim (tetap) dan sebelumnya berharakat fathah.

Sedangkan “manqūṣ” adalah setiap isim mu‘rab yang akhir katanya huruf yā’ lazim (tetap) dan sebelumnya berharakat kasrah, seperti ucapanmu: “Jā’a al-qāḍī” (Hakim itu datang).

وأقسامه أربعة رفع ونصب وخفض وجزم، فللأسماء من ذلك الرفع والنصب والخفض ولا جزم فيها، وللأفعال من ذلك الرفع والنصب والجزم ولا خفض فيها.

وَأَقْسَامُهُ أَرْبَعَةٌ: رَفْعٌ، وَنَصْبٌ، وَخَفْضٌ، وَجَزْمٌ، فَلِلْأَسْمَاءِ مِنْ ذَلِكَ الرَّفْعُ وَالنَّصْبُ وَالْخَفْضُ وَلَا جَزْمَ فِيهَا، وَلِلْأَفْعَالِ مِنْ ذَلِكَ الرَّفْعُ وَالنَّصْبُ وَالْجَزْمُ وَلَا خَفْضَ فِيهَا.

Dan i‘rab memiliki empat bentuk: rafa‘ (dhammah), naṣb (fathah), khafḍ (kasrah), dan jazm (sukūn). Maka, dari bentuk-bentuk itu, yang terdapat pada isim (kata benda) adalah rafa‘, naṣb, dan khafḍ, dan tidak ada jazm pada isim. Sedangkan pada fi‘il (kata kerja) terdapat rafa‘, naṣb, dan jazm, dan tidak ada khafḍ pada fi‘il.

(رفع) ومعناه تغيير مخصوص علامته الضمة وما ناب عنها (ونصب) معناه تغيير مخصوص علامته الفتحة وما ناب عنها (وخفض) معناه تغيير مخصوص علامته الكسرة وما ناب عنها (وجزم) معناه تغيير مخصوص علامته السكون وما ناب عنه أي من الحذف (فللأسماء من ذلك إلخ) وإنما اختص الاسم بالخفض لأنّ الخفض ثقيل والاسم خفيف، فأعطي الثقيل للخفيف ليحصل التعادل كما أنهم خصّوا الفعل بالجزم لأن الجزم خفيف والفعل ثقيل، وحكمة خفة الاسم أن الاسم بسيط، ومعنى بساطته أنه دالّ على شيء واحد وهو الذات، والفعل مدلوله مركّب من شيئين وهو الحدث والزمان فصار ثقيلا.

(رَفْعٌ) وَمَعْنَاهُ تَغْيِيرٌ مَخْصُوصٌ، عَلَامَتُهُ ٱلضَّمَّةُ وَمَا نَابَ عَنْهَا. (وَنَصْبٌ) مَعْنَاهُ تَغْيِيرٌ مَخْصُوصٌ، عَلَامَتُهُ ٱلْفَتْحَةُ وَمَا نَابَ عَنْهَا. (وَخَفْضٌ) مَعْنَاهُ تَغْيِيرٌ مَخْصُوصٌ، عَلَامَتُهُ ٱلْكَسْرَةُ وَمَا نَابَ عَنْهَا. (وَجَزْمٌ) مَعْنَاهُ تَغْيِيرٌ مَخْصُوصٌ، عَلَامَتُهُ ٱلسُّكُونُ وَمَا نَابَ عَنْهُ، أَيْ مِنَ ٱلْحَذْفِ. (فَلِلْأَسْمَاءِ مِنْ ذَلِكَ إِلَخْ)، وَإِنَّمَا ٱخْتُصَّ ٱلِٱسْمُ بِٱلْخَفْضِ، لِأَنَّ ٱلْخَفْضَ ثَقِيلٌ، وَٱلِٱسْمُ خَفِيفٌ، فَأُعْطِيَ ٱلثَّقِيلُ لِلْخَفِيفِ لِيَحْصُلَ ٱلتَّعَادُلُ، كَمَا أَنَّهُمْ خَصُّوا ٱلْفِعْلَ بِٱلْجَزْمِ، لِأَنَّ ٱلْجَزْمَ خَفِيفٌ، وَٱلْفِعْلَ ثَقِيلٌ. وَحِكْمَةُ خِفَّةِ ٱلِٱسْمِ أَنَّ ٱلِٱسْمَ بَسِيطٌ، وَمَعْنَى بَسَاطَتِهِ أَنَّهُ دَالٌّ عَلَى شَيْءٍ وَاحِدٍ، وَهُوَ ٱلذَّاتُ، وَٱلْفِعْلُ مَدْلُولُهُ مُرَكَّبٌ مِنْ شَيْئَيْنِ، وَهُمَا ٱلْحَدَثُ وَٱلزَّمَانُ، فَصَارَ ثَقِيلًا.

(Raf‘) artinya perubahan khusus yang tandanya adalah ḍammah (bunyi “u”) atau yang menggantikannya. (Naṣb) artinya perubahan khusus yang tandanya adalah fatḥah (bunyi “a”) atau yang menggantikannya. (Khaḍḍ) artinya perubahan khusus yang tandanya adalah kasrah (bunyi “i”) atau yang menggantikannya. (Jazm) artinya perubahan khusus yang tandanya adalah sukūn (tidak bersuara di akhir kata) atau yang menggantikannya, yaitu dalam bentuk penghilangan huruf.

(Maka dari keempat hal tersebut hanya sebagian yang dimiliki oleh isim dan fi’il). Isim hanya menerima raf‘, naṣb, dan khaḍḍtidak ada jazm dalam isim. Sedangkan fi’il hanya menerima raf‘, naṣb, dan jazmtidak ada khaḍḍ dalam fi’il.

Mengapa isim dikhususkan dengan khaḍḍ (kasrah)? Karena khaḍḍ itu berat, dan isim itu ringan, maka diberikanlah yang berat kepada yang ringan agar terjadi keseimbangan. Sebaliknya, fi’il dikhususkan dengan jazm karena jazm itu ringan, sedangkan fi’il berat, maka diberikan yang ringan kepada yang berat agar terjadi keseimbangan pula.

Adapun alasan mengapa isim dianggap ringan adalah karena isim itu sederhana (tidak kompleks). Maksud dari kesederhanaan isim adalah bahwa ia menunjukkan satu hal saja, yaitu dzat (benda, orang, atau sesuatu). Sedangkan fi’il maknanya kompleks karena menunjukkan dua hal sekaligus, yaitu peristiwa (kejadian) dan waktu, sehingga fi’il menjadi lebih berat.

Mengenal Ilmu I’rab: Perubahan Akhir Kata dalam Bahasa Arab

Dalam dunia tata bahasa Arab (nahwu), ada satu pembahasan penting yang menjadi pondasi bagi pemahaman struktur kalimat: yaitu I’rab (الإِعْرَابُ). I’rab bukan sekadar teori linguistik, tetapi ia menjadi kunci dalam memahami makna sebuah kalimat dalam bahasa Arab.

Apa Itu I’rab?

Secara sederhana, i’rab adalah perubahan yang terjadi pada akhir sebuah kata karena adanya faktor-faktor tertentu yang masuk ke dalamnya. Perubahan ini bisa terjadi secara lafzhi (terdengar/terucapkan) atau secara taqdir (diperkirakan, tidak tampak secara lisan).

Sebagai contoh:

  • Dalam kalimat جَاءَ زَيْدٌ (Datanglah Zaid), kita menemukan kata Zaidun dalam bentuk marfu’ (berharakat dhammah) karena menjadi subjek.
  • Dalam kalimat رَأَيْتُ زَيْدًا (Aku melihat Zaid), kata Zaid berubah menjadi Zaidan dalam bentuk manshub (berharakat fathah) karena menjadi objek.
  • Dalam kalimat مَرَرْتُ بِزَيْدٍ (Aku melewati Zaid), kata Zaid berubah menjadi Zaidin dalam bentuk majrur (berharakat kasrah) karena didahului oleh huruf jar.

Perubahan-perubahan akhir kata seperti ini adalah manifestasi nyata dari i’rab yang lafzhi (terdengar).

Namun tidak semua perubahan dalam i’rab bisa terdengar. Ada pula yang tidak tampak secara langsung (taqdir), seperti pada kata:

  • الْفَتَى (anak muda), yang berakhiran alif. Kalimat seperti جَاءَ الْفَتَى، رَأَيْتُ الْفَتَى، مَرَرْتُ بِالْفَتَى menunjukkan bahwa akhir kata tersebut tidak berubah bentuk secara fisik, tetapi secara makna ia mengikuti aturan i’rab (marfu’, manshub, majrur). Kata seperti ini disebut isim maqshur – yaitu kata benda yang akhirannya adalah alif tetap yang didahului oleh huruf berharakat fathah.

Selain maqshur, ada juga yang disebut dengan isim manqush, yaitu kata benda yang berakhiran ya’ tetap, didahului oleh kasrah, seperti dalam contoh جَاءَ الْقَاضِي (Datanglah sang hakim).

Empat Jenis I’rab

I’rab secara umum terbagi menjadi empat jenis utama, yaitu:

  1. Raf‘ (رَفْعٌ) – perubahan dengan tanda utama dhammah atau yang mewakilinya. Raf‘ biasanya digunakan pada subjek kalimat (fa‘il), mubtada’, dan khabar.
  2. Nashb (نَصْبٌ) – perubahan dengan tanda utama fathah atau yang menggantikannya. Nashb muncul pada objek (maf‘ul bih), zharf, dan lainnya.
  3. Khafdh (خَفْضٌ) – juga dikenal sebagai jar, perubahan dengan tanda utama kasrah atau penggantinya. Khafdh digunakan khusus pada isim (kata benda) setelah huruf-huruf jar.
  4. Jazm (جَزْمٌ) – khusus untuk fi‘il mudhari‘ (kata kerja bentuk sekarang/akan datang), dengan tanda utama sukun atau penghapusan huruf. Jazm hanya berlaku pada fi‘il dan tidak digunakan pada isim.

Siapa Mendapat Apa? Antara Isim dan Fi‘il

Menariknya, dalam pembagian i’rab, ada pembedaan antara isim (kata benda) dan fi‘il (kata kerja). Dalam hal ini:

  • Isim hanya mengalami raf‘, nashb, dan khafdh. Tidak ada jazm pada isim.
  • Fi‘il hanya mengalami raf‘, nashb, dan jazm. Tidak ada khafdh pada fi‘il.

Mengapa begitu?

Ulama nahwu menjelaskan bahwa ini berkaitan dengan kesesuaian dan keseimbangan (ta‘ādul) dalam bahasa. Huruf khafdh (jar) dianggap sebagai perubahan yang berat (tsaqīl), maka ia diberikan kepada kata benda yang dianggap ringan (khafīf). Sebaliknya, jazm dianggap sebagai perubahan yang ringan, maka ia diberikan kepada kata kerja yang dianggap berat.

Kenapa Isim Itu Ringan dan Fi‘il Itu Berat?

Dalam ilmu nahwu, isim disebut basith (sederhana), karena maknanya hanya merujuk pada satu hal saja: dzat (esensi/benda/orang).

Sementara fi‘il atau kata kerja disebut murakkab (kompleks), karena maknanya menggabungkan dua unsur: al-ḥadats (kejadian/peristiwa) dan az-zamān (waktu).

Contohnya:

  • Kata ضَرَبَ (memukul) tidak hanya menunjukkan tindakan memukul, tetapi juga mengandung informasi tentang waktu (lampau). Maka kata kerja lebih berat secara makna dan pemrosesan.

Dengan pengertian ini, para ulama bahasa menyusun sistem gramatika Arab yang sangat logis dan seimbang.

Kesimpulan: Memahami I’rab untuk Memahami Bahasa Arab

Ilmu i’rab merupakan bagian krusial dalam memahami teks-teks Arab, baik klasik maupun modern. Ia bukan sekadar teori gramatikal, tetapi benar-benar memberikan makna dan penekanan dalam komunikasi.

Ketika kita membaca atau mendengarkan kalimat Arab, kemampuan mengidentifikasi i’rab bisa membantu kita memahami siapa pelaku, siapa yang dikenai, dan bagaimana struktur logika kalimat itu dibangun. Ini sangat penting dalam membaca Al-Qur’an, hadis, atau bahkan dalam menulis dan berbicara dalam bahasa Arab yang baik dan benar.

Semoga penjelasan ini bisa menjadi langkah awal yang menyenangkan dalam menjelajahi dunia nahwu dan i’rab.


Bayangkan kamu sedang membaca sebuah kalimat dalam bahasa Arab. Setiap katanya tampak biasa saja, namun ternyata memiliki lapisan makna dan struktur tersembunyi. Kata-kata ini bisa berubah bentuk, hanya karena posisinya dalam kalimat. Ini bukan sihir, ini adalah keajaiban dari ilmu yang disebut I’rab.

Apa Itu I’rab?

Dalam ilmu nahwu, I’rab adalah seni memahami perubahan pada akhir kata dalam bahasa Arab karena pengaruh kata atau unsur lain yang datang sebelumnya. Perubahan ini bisa terjadi secara lafzhi (terdengar/terucap) maupun taqdiri (diperkirakan tapi tidak terdengar).

Mari kita mulai dengan sebuah contoh sederhana:

  • جَاءَ زَيْدٌ (Zaid datang) → Zaid sebagai pelaku (fa’il), maka dia dalam keadaan rafa’ (dengan dhammah)
  • رَأَيْتُ زَيْدًا (Aku melihat Zaid) → Zaid sebagai objek (maf’ul bih), maka dia dalam keadaan nashb (dengan fathah)
  • مَرَرْتُ بِزَيْدٍ (Aku melewati Zaid) → Zaid sebagai objek dari huruf jar, maka dia dalam keadaan jar (dengan kasrah)

Inilah yang dimaksud dengan perubahan akhir kata karena perbedaan ‘amil (faktor yang memengaruhinya).

I’rab Lafzhi dan Taqdiri

Kalau begitu, apa bedanya lafzhi dan taqdiri?

Perubahan lafzhi adalah perubahan yang nyata, bisa didengar dan dibaca seperti pada contoh di atas. Sedangkan perubahan taqdiri adalah perubahan yang tidak terlihat, tapi kita tahu posisinya berdasarkan konteks.

Contoh perubahan taqdiri:

  • جَاءَ الْفَتَى (Pemuda itu datang)
  • رَأَيْتُ الْفَتَى (Aku melihat pemuda itu)
  • مَرَرْتُ بِالْفَتَى (Aku melewati pemuda itu)

Kata الْفَتَى berakhir dengan huruf alif yang tetap, tidak berubah walaupun posisinya dalam kalimat berubah. Ini adalah contoh i’rab taqdiri—perubahan yang sebenarnya ada, tapi tersembunyi karena alasan fonetik.

Kenapa Harus Paham I’rab?

Kamu mungkin bertanya: “Kenapa repot-repot mempelajari akhir kata yang berubah-ubah?”

Jawabannya sederhana: karena makna bisa berubah total jika salah membaca i’rab.

Dalam bahasa Arab, struktur kalimat sangat bergantung pada tanda akhir kata. Kesalahan kecil bisa membuat kalimat bermakna aneh, atau bahkan salah fatal dalam konteks hukum, agama, atau sastra. Oleh karena itu, memahami i’rab bukan hanya penting, tapi esensial.

Istilah: Maqshur dan Manqush

Ada dua bentuk kata yang sering muncul saat kita membahas i’rab taqdiri:

  1. Maqshur: Kata yang diakhiri dengan alif tetap, sebelumnya ada huruf berharakat fathah. Contohnya الفتى.
  2. Manqush: Kata yang diakhiri dengan ya’ tetap, sebelumnya ada kasrah. Contohnya القاضي.

Kenapa ini penting? Karena kedua bentuk ini memiliki ciri khas perubahan i’rab yang tidak bisa dibaca secara lafzhi, tapi kita tetap harus menyadarinya dalam analisis nahwu.

Empat Jenis I’rab

Perubahan i’rab dalam bahasa Arab tidak sembarangan. Ia terbagi menjadi empat bentuk utama:

  1. Raf’ (رَفْعٌ) – Biasanya ditandai dengan dhammah
  2. Nashb (نَصْبٌ) – Ditandai dengan fathah
  3. Khafdh / Jar (خَفْضٌ) – Ditandai dengan kasrah (khusus isim)
  4. Jazm (جَزْمٌ) – Ditandai dengan sukun atau penghilangan huruf (khusus fi’il)

Tapi, tidak semua kata bisa mengalami keempatnya. Perhatikan:

  • Isim hanya memiliki tiga i’rab: raf’, nashb, dan khafdh. Ia tidak bisa jazm.
  • Fi’il hanya memiliki tiga i’rab: raf’, nashb, dan jazm. Ia tidak bisa khafdh.

Kenapa begitu? Nah, ini bagian menariknya.

Rahasia di Balik Pembagian Ini

Para ulama bahasa Arab punya cara berpikir yang unik, logis dan mendalam. Kenapa isim tidak bisa jazm? Kenapa fi’il tidak bisa khafdh?

Mereka menjawab dengan pendekatan retoris dan filosofis:

  • Khafdh itu berat, dan isim itu ringan, maka cocoklah si ringan diberi beban berat agar terjadi keseimbangan.
  • Fi’il itu berat, dan jazm itu ringan, maka cocoklah si berat diberi tanda ringan agar seimbang pula.

Luar biasa bukan? Pemikiran yang dalam seperti ini menunjukkan bahwa nahwu bukan sekadar aturan mati, tapi mengandung hikmah dan filosofi tersendiri.

Selain itu, mereka juga menjelaskan bahwa:

  • Isim itu basith (sederhana) – ia menunjukkan satu hal, yaitu dzat (benda atau subjek)
  • Fi’il itu murakkab (kompleks) – ia menunjukkan dua hal sekaligus: hadats (kejadian) dan zaman (waktu)

Karena itu, fi’il lebih berat dari isim. Maka diberikanlah tanda jazm yang lebih ringan agar terjadi keseimbangan struktur dalam bahasa.

Kenapa Ini Penting untuk Kamu?

Jika kamu sedang mempelajari bahasa Arab, entah untuk membaca Al-Qur’an, memahami hadits, atau sekadar menambah wawasan, maka ilmu i’rab adalah kunci utama.

Tanpa i’rab, kamu hanya menghafal kosakata. Tapi dengan i’rab, kamu memahami struktur, kedalaman, bahkan rahasia makna dari kalimat Arab yang kamu baca.

Bahkan para ulama besar seperti Sibawaih dan Ibnu Malik menjadikan i’rab sebagai fondasi utama dalam semua kitab nahwu mereka. Karena mereka tahu, siapa yang menguasai i’rab, akan menguasai ruh dari bahasa Arab itu sendiri.

Penutup: Bahasa yang Hidup

I’rab bukan sekadar perubahan akhiran. Ia adalah sistem canggih yang membuat bahasa Arab begitu fleksibel dan kaya makna. Bahasa Arab bukanlah bahasa statis, tapi bahasa yang hidup—dan i’rab adalah denyut nadinya.

Jadi, jika kamu benar-benar ingin “berbicara” dalam bahasa Arab, bukan hanya mengucapkan, maka pelajarilah i’rab. Karena di sanalah letak keindahan, kekuatan, dan kedalaman bahasa Arab yang sesungguhnya.

Dan satu hal terakhir: ketika kamu mulai memahami i’rab, kamu akan merasa seolah-olah setiap kata dalam bahasa Arab berbicara padamu. Ia menunjukkan perannya, fungsinya, dan maknanya—seakan berkata: “Aku tidak hadir di sini secara kebetulan. Aku punya posisi, dan itu penting.”

Selamat menjelajahi dunia i’rab. Dunia yang penuh logika, keindahan, dan makna.

You May Also Like

kalam 01 January 0001

Bab 1: al-Kalam